
Kolak adalah salah satu hidangan berkuah dan bercita rasa manis khas Indonesia yang sangat populer.
Popularitas kolak tak lekang oleh waktu. Setiap bulan Ramadan, kolak selalu hadir, seolah-olah menjadi menu wajib untuk berbuka puasa.
Makanan berbahan dasar santan, gula merah, dengan isi pisang atau ubi ini ternyata memiliki sejarah panjang. Keberadaan kolak berakar pada tradisi kuliner Nusantara sejak berabad-abad silam.
Dalam perjalanan sejarahnya, konon kolak juga digunakan sebagai sarana dakwah atau syiar agama Islam di Nusantara. Bagaimana kisahnya?
ASAL USUL “KOLAK”
Meskipun tidak ditemukan data yang pasti mengenai asal mula hadirnya kolak di Nusantara, namun terdapat sejumlah petunjuk dan dugaan untuk melacak sejarah kolak.
1. Bisa Dilacak Sejak Era Jawa Kuno atau Era Hindu-Buddha
Pada era Jawa Kuno, masyarakat di Jawa sudah biasa mengonsumsi minuman manis yang disebut “kilang”.
Dr. Dwi Cahyono, arkeolog dan pengajar di Universitas Negeri Malang, menjelaskan bahwa kilang adalah minuman manis dari nira kelapa atau aren (Mencicipi Sejarah Kolak).
Keberadaan kilang memang disebut dalam banyak manuskrip lontar, antara lain dalam naskah Brahmāṇḍapurāṇa, Sumanasāntaka, Arjunawijaya, Pārthayajña, Subhadrawiwāha, Harsa-Wijaya, Waseng Sari, dll.
Dalam Kidung Harsa-Wijaya, misalnya, terlulis frasa “mamanisan kilang madu juruh“.
Kata “manis”, “madu”, dan “juruh” yang dipakai dalam kidung berbahasa Jawa Kuno ini masih tetap dipakai hingga sekarang. “Juruh” adalah gula kelapa atau gula aren yang dicairkan, sama seperti yang dipakai dalam kuah kolak maupun dawet saat ini.
Transliterasi berbagai naskah lontar Jawa Kuno dapat dibaca antara lain di laman web Old Javanese-English Dictionary (OJED). Penyebutan “kilang” dalam berbagai manuskrip di atas juga dapat diperiksa di OJED dengan mencari lema “kilang” (ditulis “kilaṅ”–memakai diakritik berupa titik di atas huruf “n” dan dibaca “kilang”).
Cairan manis dari nira itu lambat laun dikreasi lebih lanjut dengan menambahkan santan, potongan pisang, ubi, dll. Dari sinilah mulai tercipta embrio kolak yang dikenal saat ini.
Menurut Dr. Dwi Cahyono, dalam bahasa Jawa Kuno terdapat kata “kula” yang berarti kumpulan.
Kata “kula” ini sangat dekat bunyi pelafalannya dengan “kolak”, cairan manis yang isinya bermacam-macam dan dikumpulkan jadi satu. Ada ubi, pisang, labu, kolang-kaling, dsb. yang berpadu dengan gurihnya kuah santan dan manisnya gula aren.
Jadi, sangat mungkin sebutan “kolak” itu berasal dari kata “kula” yang berarti kumpulan.
Sedangkan bahannya dan resepnya berevolusi dari “kilang”, minuman manis ala Jawa Kuno yang kemudian dikreasi dengan penambahan santan dan berbagai macam isian.
BACA JUGA: Sambal, Si Pedas Penggugah Selera yang Punya Sejarah Panjang Hingga Jadi Identitas Indonesia
2. Perkembangan Kolak pada Masa Kesultanan Islam
Pada masa Kesultanan Demak yang kemudian berlanjut ke era Mataram Islam, eksistensi kolak sepertinya makin menonjol.
Kolak sangat mungkin dipakai sebagai salah satu sarana dakwah oleh para wali sanga alias sembilan wali, para penyebar agama Islam pertama di tanah Jawa. Kolak juga mulai sering dihidangkan dalam berbagai momen keagamaan.
Ada yang mengatakan, nama “kolak” lantas dihubungkan dengan istilah dari bahasa Arab, “khaliq“. Tujuannya adalah sebagai sarana edukasi keagamaan agar manusia selalu mengingat Sang Pencipta.
Kandungan gula merah dalam kolak juga dianggap sebagai simbol yang melambangkan manisnya hidup dan keberkahan. Sedangkan santan atau “santen” dalam bahasa Jawa erat kaitannya dengan kata “pangapunten” atau maaf.
Karena terbuat dari bahan-bahan lokal yang mudah ditemukan, kolak bisa dibuat dan dinikmati oleh semua kalangan, mulai dari para bangsawan hingga rakyat jelata.
Sebagai makanan yang dikenal luas, memang sangat mungkin para wali memakai kolak sebagai sarana dakwah. Diciptakanlah berbagai simbolisasi dan makna-makna berdasarkan berbagai bahan yang terkandung dalam kolak.
Lambat laun, kolak kemudian jadi identik dengan bulan suci Ramadan sebagai makanan lokal yang selalu disantap saat berbuka puasa. Rasanya yang manis dan kandungan gulanya cocok dikonsumsi sebagai menu yang dapat memulihkan tenaga setelah seharian berpuasa.

EVOLUSI KOLAK DI INDONESIA
Seiring waktu, penyajian kolak telah berkembang dan mengalami modifikasi menjadi berbagai variasi, sesuai bahan yang digunakan.
Beberapa jenis atau varian kolak yang cukup populer di berbagai daerah Indonesia antara lain:
1. Kolak Pisang
Di Indonesia, varian kolak yang paling populer adalah yang berbahan pisang, terutama pisang kepok. Pisang merupakan jenis buah yang mudah didapat dan selalu tersedia setiap saat, termasuk saat Ramadan.
Sebutan pisang kepok ini konon identik dengan kata “kapok” yang berarti “jera”.
Dengan demikian, berbuka puasa dengan menyantap kolak pisang kepok diharapkan akan mengingatkan umat Islam untuk jera atau kapok, tidak mengulangi perbuatan dosa dan mau bertobat.
Kini, orang Indonesia semakin kreatif menyajikan kolak. Selain pisang, bahan lain yang lazim ditambahkan adalah ubi, candil (biji salak), pacar cina, hingga kolang-kaling.
2. Kolak Candil (Biji Salak)
Candil terbuat dari ubi atau tepung ketan yang dibentuk bulat-bulat sebesar kelereng dan bertekstur kenyal. Makanan ini disajikan dengan kuah santan serta saus gula merah.
3. Kolak Labu
Menggunakan bahan utama labu kuning yang diberi kuah santan dan gula merah.
4. Kolak Durian
Untuk menghadirkan cita rasa yang semakin kaya dan khas, durian juga ditambahkan sebagai isian kolak. Biasanya, kolak durian disajikan dan disantap dengan ketan putih.
Selain untuk berbuka puasa, kolak juga sering dihidangkan pada sejumlah acara tradisional, seperti selamatan atau syukuran.
Dengan demikian, kolak bukan sekadar makanan manis untuk takjil atau berbuka puasa saj., Kolak memiliki perjalanan historis yang panjang dan mengandung simbol-simbol edukasi keagamaan yang kuat.
Dari fungsinya sebagai media dakwah Islam hingga menjadi simbol manisnya keberkahan, kolak terus bertahan hingga kini sebagai salah satu kuliner tradisional yang diwariskan lintas generasi di Indonesia.
Wah, menarik sekali, ya, menyimak sejarah kolak. Nah, kira-kira varian kolak apa, nih, yang jadi favorit Anda sebagai menu takjil?