Bukan Sekadar Daging Sapi Panggang, Ini Esensi Steak, Awal Mula dan Transformasinya di Masa Kini


Steak adalah sajian yang menonjolkan kualitas daging, yang daimbil dari bagian-bagian terbaik sapi. Daging ini dimatangkan dan dinikmati tanpa banyak bumbu dan kondimen. | Foto: Vecteezy

Bicara kuliner di sekitar momen perayaan Iduladha tak akan jauh-jauh dari urusan daging. Wajar, sebab ketika Hari Raya Iduladha tiba, daging kurban akan melimpah, entah daging sapi maupun kambing.

Nah, salah satu jenis sajian berbasis daging yang menonjol dalam khazanah kuliner dunia adalah steak.

Anda pasti sudah tak asing lagi dengan steak. Daging panggang ini sekarang tersedia di mana-mana, dari yang kelas kaki lima hingga kelas bintang lima.

BACA JUGA: 10 Ide Olahan Daging Kambing untuk Momen Iduladha, Bagaimana dengan Kolesterol yang Sering Dicemaskan Itu? Ini Faktanya

Tetapi steak sebenarnya bukan sekadar daging (sapi) panggang. Steak mewakili suatu budaya kuliner dan nilai-nilai tertentu.

Jadi, apa sebenarnya steak itu? Bagaimana sejarahnya, ciri khasnya, akar tradisinya, dan hal-hal unik lain yang menyertainya. Mari kita bahas makanan yang satu ini.

Memanggang Daging, Teknik yang Universal

Mengolah daging dengan cara dibakar atau dipanggang adalah teknik yang sudah sangat tua. Dalam sejarah peradaban, tampaknya manusia sudah mulai membakar daging binatang buruan tak lama setelah manusia mulai mengenal dan mampu mengendalikan api.

Teknik membakar daging ini juga bisa dibilang universal. Semua komunitas mengenal cara seperti itu.

Sekadar contoh, ada sate di Indonesia, yakiniku di Jepang, kebab di Timur Tengah, asado di Amerika Latin, barbeque di Amerika Serikat, dll.

Nah, sama-sama daging panggang atau bakar, lantas apa istimewanya steak? Mengapa steak terkesan punya ciri khas spesifik dan seakan-akan merepresentasikan tradisi kuliner Eropa dan Amerika? Apa bedanya dengan jenis-jenis daging panggang lainnya?

Untuk memahami bagaimana steak memiliki ciri khas tersendiri, mari kita telusuri sejarah, budaya, dan simbolisme yang membentuknya.

Awal Mula Steak

Kata steak berasal dari bahasa Skandinavia kuno, steik atau steikja, yang berarti memanggang daging.

Pada mulanya, teknik yang disebut steik itu belum secara eksklusif identik dengan daging sapi (beef steak). Jadi, yang dipanggang bisa daging apa saja. Misalnya, daging domba, daging babi, atau bahkan daging binatang buruan.

Teknik panggang ini cocok dengan lingkungan beriklim dingin seperti kawasan Skandinavia.

Pada abad ke-15 hingga ke-17, Inggris dan Eropa utara mulai membakukan cara memotong dan memasak daging untuk kalangan bangsawan. Sementara, daging sapi sendiri sudah menjadi konsumsi kalangan elite dan simbol status sosial sejak lama di Eropa.

Sejak itu, beef steak mulai menonjol sebagai makanan kelas atas di Eropa. Teknik pemotongan dagingnya mulai terstandarisasi. Dagingnya diambil dari bagian-bagian terbaik sapi, seperti sirloin, tenderloin, ribeye, dan T-bone. Cara memanggangnya pun mulai dibakukan, dengan tingkat kematangan tertentu.

Selanjutnya, di Amerika Serikat, steak mendapatkan makna budaya yang lebih luas.

Seiring ekspansi imigran kulit putih ke wilayah AS bagian barat, munculnya peternakan-peternakan sapi yang luas dan lahirnya budaya cowboy, daging sapi lantas menjadi simbol kemandirian, kekuatan, sekaligus kemewahan.

Jadi, walaupun istilah steak serta teknik memotong dan memanggang daging lahir di Eropa, Amerika adalah pemicu penting perkembangan steak modern.

Di AS inilah tersedia lahan-lahan padang rumput yang luas, tradisi cowboy, dan peternakan sapi besar-besaran.

AS juga membiakkan sapi jenis unggul, seperti Angus, Hereford, dan Texas Longhorn yang memang dirancang untuk produksi daging—bukan untuk susu—dan punya karakter yang cocok untuk steak.

Perkembangan teknologi, misalnya lahirnya kereta api dan dan lemari pendingin turut memfasilitasi perkembangan ini. Kereta api memungkinkan pengiriman daging lebih cepat dari peternakan ke berbagai kota, sedangkan lemari pendingin memungkinkan pengawetan daging lebih lama.

Industri restoran dan steakhouse mulai bermunculan di AS pada abad ke-19 sebagai tempat pria berkumpul, minum bir, dan makan daging. Amerika memopulerkan steak sebagai makanan yang maskulin, mewah, dan simbol kebebasan.

Apa Ciri Khas Steak?

Steak lantas berkembang menjadi jenis kuliner yang spesifik. Daging panggang ini mengacu pada potongan daging yang tebal, biasanya dari bagian otot utama sapi seperti sirloin, tenderloin, ribeye, dan T-bone.

Daging ini dimasak dengan cara dipanggang (grilled), dibakar (broiled), atau dipanaskan dengan wajan datar (pan-seared).

Steak biasanya juga disajikan dengan tingkat kematangan tertentu: rare, medium, atau well-done.

Mengapa steak terlihat “spesial” dibandingkan daging bakar lain? Karena steak lazimnya menggunakan daging sapi premium, bagian paling empuk dan mahal dari sapi.

Ciri khas lainnya adalah pengolahannya yang minimalis. Esensi steak adalah mengandalkan kualitas daging, bukan mengandalkan bumbu. Ini berbeda dengan kuliner Asia berbasis daging yang umumnya kaya akan bumbu rempah-rempah.

Steak juga mengalami standarisasi global lewat restoran-restoran berjejaring global hingga hotel-hotel internasional.

Secara persepsi budaya, steak kemudian identik dengan Western dining experience. Selain karena dagingnya dan cara pengolahannya, juga karena cara penyajiannya. Misalnya, penyajian yang dilengkapi mashed potato, salad, dan wine.

Ciri khas steak, selain berfokus pada kualitas daging, bagian-bagian daging yang dipotong dan tingkat kematangan pengolahannya pun terstandarisasi. | Foto: Vecteezy
Tidak Identik dengan Aneka Saus

Banyak orang mengira bahwa steak ala Barat identik dengan saus lada hitam, saus jamur, atau saus barbeque seperti yang kerap dijumpai di kedai-kedai steak di Indonesia.

Anggapan itu tidak tepat. Standar tradisi steak di Eropa dan Amerika tidak selalu (dan tidak harus) menyertakan saus seperti itu.

Bahkan, sebetulnya, semakin tinggi kelas steak-nya, semakin sedikit bumbu atau saus yang digunakan. Ini karena dagingnya sendiri dianggap sudah cukup sempurna.

Sekali lagi, tradisi dan esensi steak di Amerika dan Eropa sesungguhnya adalah berfokus pada kualitas daging.

Di AS, steak sering dipanggang atau dibakar di atas grill dan disajikan tanpa saus. Cukup dengan garam, merica, dan kadang diberi sepotong butter yang dilelehkan di atasnya (sering disebut compound butter).

Di Eropa, khususnya Prancis, steak lebih sering dimasak di atas wajan (pan-seared) dan bisa disajikan dengan saus klasik, tetapi tetap dengan takaran yang tidak dominan.

Dalam dunia steak kelas atas terdapat pepatah, “less is more”. Daging berkualitas disajikan dengan intervensi seminimal mungkin.

Saus hanya digunakan bila dagingnya tidak terlalu premium, gaya pengolahannya ingin menonjolkan karakter lokal atau eksotik, dan tujuannya lebih pada kenyamanan rasa, bukan keaslian klasik.

Lantas bagaimana dengan saus barbeque, jamur, dan lada hitam?

Jika Anda makan steak dengan banyak saus, itu sebenarnya lebih mencerminkan adaptasi lokal. Misalnya, gaya Asia, bukan steak gaya Amerika atau Eropa.

Transformasi Steak Saat Ini

Meskipun secara historis steak identik dengan daging sapi, kini istilah steak telah meluas maknanya maupun praktik penyajiannya

Dalam banyak restoran dan buku resep, istilah steak sudah tidak lagi hanya berarti “daging sapi secara eksklusif”, melainkan metode memasak dan penyajian dalam bentuk potongan tertentu yang tebal dan bisa dipanggang.

Banyak jenis daging, bahkan non-daging, kini dipotong dan dimasak dalam gaya steak. Jadi, kita melihat semacam “demokratisasi steak”, di mana teknik dan bentuk lebih penting daripada bahan aslinya.

Berikut adalah jenis-jenis steak non-sapi yang umum ditemukan saat ini:

1. Chicken Steak (Steak Dada Ayam)

Umumnya dari dada ayam tanpa tulang, dipipihkan dan dipanggang. Bukan steak dalam pengertian tradisional, tapi mengadopsi bentuk dan plating steak.

2. Turkey Steak (Steak Daging Kalkun)

Biasanya dari dada kalkun. Teksturnya mirip ayam tapi lebih kering. Banyak muncul di menu sehat atau diet tinggi protein.

3. Lamb Steak (Steak Daging Domba atau Kambing Muda)

Potongan dagingnya misalnya leg steak, shoulder steak, loin chop. Lebih berlemak dan aromatik daripada sapi.

4. Fish Steak (Steak Ikan)

Bahannya bukan daging merah, tapi dipotong melintang tulang seperti steak. Contohnya, tuna steak, salmon steak, swordfish steak. Steak ikan dimasak dengan metode mirip beef steak, dengan grill atau pan-sear. Cocok untuk diet rendah lemak.

5. Pork Steak (Steak Daging Babi)

Potongan dagingnya biasanya adalah pork shoulder (bahu), pork chop, pork loin. Teksturnya lebih lembut dibandingkan sapi. Cara memanggangnya memerlukan keahlian tertentu agar hasilnya tidak terlalu kering.

6. Venison Steak (Steak Daging Rusa)

Daging merah hasil buruan (game meat), rendah lemak. Biasanya dimasak medium-rare agar tidak keras.

7. Horse Steak (Steak Daging Kuda)

Lebih manis dan lembut daripada sapi. Masih kontroversial secara budaya, tapi lazim di beberapa negara seperti Jepang, Italia (Lombardy), dan Kazakhstan.

BACA JUGA: Setelah Menerima Pembagian Daging Kurban, Ini yang Wajib Dilakukan Sebelum Mengolahnya Jadi Berbagai Hidangan Lezat

8. Vegan/Vegetarian “Steak”

Bahannya antara lain jamur portobello besar (grilled mushroom steak), seitan (gluten protein), tahu atau tempe yang dibumbui dan dibakar, produk nabati olahan.

Vegan steak dihidangkan seperti steak daging sapi, dengan saus, kentang, dan sayuran. Vegan steak meniru bentuk, rasa, dan pengalaman makan steak, tapi 100% nabati.

Selain daging sapinya yang diganti, saat ini terdapat pula berbagai “steak” dengan adaptasi lokal. Salah satunya adalah wagyu steak, yang merupakan adaptasi dan reinterpretasi steak Barat dalam versi dan tradisi Jepang. Kita bahas nanti dalam artikel tersendiri.

Nah, bagaimana? Sekarang jadi lebih paham seputar steak? Daging sapi hasil pembagian di Hari Raya Iduladha juga bisa Anda olah jadi steak, dengan adaptasi lokal.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *